Persatuan Guru Nahdlatul Ulama
(PERGUNU) mempunyai sejarah panjang sejak dirintis pada tahun 1952
sampai sekarang. Pada awalnya, organisasi ini dibentuk atas inisiatif
para peserta Kongres Ma’arif se Indonesia, yang antara lain memberikan
mandat kepada Ma’arif Cabang Surabaya untuk menyiapkan pembentukannya.
Pada tanggal 1 Mei 1958, Ma’arif Cabang Surabaya berhasil membentuk
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) Cabang Surabaya yang sekaligus
sebagai kantor pusat organisasi tersebut. Kemudian, berdasarkan hasil
Muktamar II PERGUNU, kedudukan kantor pusat dipindahkan ke Jakarta.
Selama periode 1958 sampai dengan akhir dekade 1960-an, roda organisasi
PERGUNU berjalan baik ditandai dengan berbagai prestasi, antara lain :
berhasil memperjuangkan sekitar 20.000 guru-guru NU diangkat menjadi
pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agama.
Namun, selama masa Orde Baru, PERGUNU
seolah-olah mati-suri karena tidak menunjukkan aktivitas yang cukup
berarti. Apalagi ketika NU kembali ke khitah untuk tidak berpolitik
praktis, PERGUNU nampak seperti terlepas dari NU. Hal ini diperkuat
dengan tidak dimasukkannya PERGUNU sebagai salah satu badan otonom pada
anggaran dasar NU sampai dengan kepemimpinan periode 2009. Barulah pada
Muktamar ke 32 di Makassar, PERGUNU dinyatakan sebagai salah satu badan
otonom (banom) NU sebagaimana tertuang dalam pasal 20 ayat (7) huruf f
Anggaran Dasar Periode Tahun 2010-2015.
Pada tanggal 22 sampai dengan 24 Juli
2011 telah diselenggarakan Kongres ke 1 Persatuan Guru Nahdlatul Ulama
(PERGUNU) di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Kabupaten
Mojokerto. Salah satu hasil kongres ke 1 ini adalah terpilihnya Ketua
Umum PERGUNU Periode 2011-2016, yakni Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim,
M.A. Selanjutnya, ketua umum beserta jajarannya telah merumuskan AD/RT
dan Program Kerja PERGUNU Periode 2011-2016.
Sebagai badan otonom, PERGUNU memiliki
dasar organisasi sebagaimana ditetapkan oleh organisasi induknya,
Nahdlatul Ulama, yakni beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah Wal
Jama’ah. Hal lain yang mendasar adalah PERGUNU berkomitmen kebangsaan
yang kuat dibingkai dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika yang
merupakan karakter dasar bangsa Indonesia.
Seperti halnya organisasi induknya,
Nahdlatul Ulama, PERGUNU melibatkan diri dengan unsur kekuatan bangsa
lainnya bahu membahu membangun negara demi terwujudnya Indonesia yang
adil makmur. Artinya, bahwa cita-cita bangsa Indonesia tidak lain
merupakan cita-cita PERGUNU. Dengan kata lain bahwa persoalan yang
dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia, tidak lain juga merupakan
permasalahan yang harus diatasi oleh PERGUNU.
Sebagai organisasi profesi yang
mewadahi para ustadz, guru dan dosen Nahdlatul Ulama, sudah barang tentu
PERGUNU memiliki posisi strategis dalam memecahkan 6 persoalan bangsa
sebagaimana dikemukakan pada Bab II, terutama hal yang berkaitan dengan
pembangunan perilaku, karakter dan moral anak bangsa. Secara singkat,
PERGUNU dalam khidmah dan kiprahnya diharapkan sebagai syuhud tsaqafi (penggerak intelektual) dan sekaligus sebagai syuhud hadlori (penggerak peradaban). Selengkapnya
ConversionConversion EmoticonEmoticon